Senin, 20 Oktober 2008

Hafidz Dituding Ingkari Janji

Warga Krayan Ditelantarkan, Besin-Minyak Tanah Rp20 Ribu Per Liter

NUNUKAN-- Warga Krayan menuding Bupati Nunukan Abdul Hafid ingkar terhadap janji yang pernah disampaikannya saat kampanye Pilkada 2006 lalu. Kepala Adat Krayan Hilir, Lalung Balang mengatakan, janji Hafid akan membangun kawasan perbatasan di Krayan saat pesta demokrasi 2 tahun lalu itulah yang membuat pasangan incumbent tersebut didukung 70 persen warga Krayan saat pilkada.
"Kenyataannya apa? Tidak ada pembangunan yang penting di sini, masyarakat terus-terusan menderita," kata Lalung Balang, saat berdialog dengan anggota DPRD Nunukan, Kornalius Tadem.
Pada acara yang diikuti puluhan warga Long Umung dan Pa' Raye' yang berlangsung di Balai Pertemuan Umum (BPU) Long Umung, Sabtu (18/10) lalu itu, Lalung Balang mengklaim jika pembangunan selama ini belum banyak memberikan manfaat bagi warga Krayan.
Ia menyoroti masih terisolirnya warga di Krayan yang hanya bisa dijangkau dengan menggunakan pesawat. "Di sini warga tertekan, harga Sembako tinggi karena hanya bisa diangkut menggunakan pesawat. Lebih murah kami pikul Sembako dari Lawas, Malaysia. Orang miskin semakin tertekan," katanya menumpahkan uneg-uneg.
Lalung mengungkapkan, harga 1 liter bensin maupun minyak tanah bisa mencapai Rp20 ribu. Akibatnya, ada warga yang mencari damar sebagai pengganti minyak tanah, untuk menghidupkan lampu teplok.
"Kami mau membuat jalan darat, tapi digagalkan. Alasannya pemerintah masih sanggup. Tapi 8 tahun tidak ada realisasinya, karena ini taman nasional, hutan lindung. Sepertinya hutan dan binatang lebih berharga dari manusia di Krayan," katanya.
Warga juga merasa seringkali dibohongi. "Apapun keinginan kami, pemerintah kabupaten iya-iya saja. Tapi kami sepertinya dikondisikan seperti ini, apa mereka mau menghapuskan kami," ujarnya.
Lalung berpendapat, jika Pemkab Nunukan tak memiliki perhatian terhadap warga Krayan, lebih baik tidak ada pemerintah di Krayan. "Lebih baik kami buat istana di angkasa, daripada kami menderita terus. Tidak ada zaman modern di Krayan, kami masih hidup menggantungkan hutan. Biarkan kami hidup dengan hukum adat tanpa pemerintah kalau tidak diperhatikan," ujarnya. (noe)-www.korankaltim.com